Faktagarut.id || GARUT.- Sebelumnya diberitakan, beberapa Petani Penggarap di Kampung Pelag, Desa Sukalilah, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut mengaku kecewa, dan kesal akibat tindakan yang diduga dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Garut, yang diduga telah merusak sebagian tanaman garapan petani kentang dan cabai milik mereka, saat operasi penertiban kawasan yang dibina oleh Tim BKSDA Garut. Selasa (21/3/2023) Lalu.
Seperti yang disampaikan, Ajun (57) Ketika ditemui awak media di kediamannya terkait operasi penertiban kawasan yang dibina oleh tim BKSDA Garut tersebut, dengan mengatasnamakan operasi gabungan antara BKSDA Garut dengan Tim Polres Garut dan Kodim 0611 Garut.
Ajun yang merupakan perwakilan para penggarap sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan pihak BKSDA dinilai secara sepihak, terlebih saat ini beberapa tanaman yang digarapnya bakal dibutuhkan saat memasuki Bulan Ramadhan dan Idul Fitri nanti. karena sangat bergantung pada hasil tanaman Kentang dan cabai yang selama ini ditanam dan dipeliharanya dengan cukup baik.
“Kami orang kampung pak, kami memang tidak berpendidikan, tapi kami punya anak dan keluarga yang harus dihidupi, disekolahkan dan diobati jika sakit, apakah para aparat negara yang hebat-hebat itu tidak mau tahu dengan keadaan kami,” keluh Ajun. Minggu (26/3/2023).
Dengan perasaan hancur karena tindakan yang diduga dilakukan oleh pihak BKSDA tersebut, Ajun menyebutkan, untuk mendapatkan bantuan program pemerintah itu tidak mudah dan sangat tidak mencukupi jikapun tersedia.
Sementara, ditempat Terpisah. Dilansir dari medi Online (GrahaBigNews) Toni Ahmad selaku Kepala Resor Papandayan pada BKSDA Wilayah Garut saat dimintai tanggapan terkait keluhan yang disampaikan Petani penggarap di Wilayah Kampung Pelag, Desa Sukalilah, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut atas pengrusakan lahan tanaman yang di garap sejumlah warga tersebut membantah atas tuduhan pengrusakan tanaman tersebut.
Bahkan diakui Toni, dirinya bersama Tim yaitu dari unsur BKSDA, Polsek juga Danramil Kecamatan Sukaresmi telah melaksanakan operasi penertiban tanaman di wilayah Cagar Alam Gunung Papandayan Kabupaten Garut.
“Warga yang bercocok tanan di lokasi kawasan Gunung Papandayaan sebanyak 9 orang,” jelasnya.
Menurutnya, penertiban tanaman yang dilakukan hanya tanaman cabe yang baru di tanam dan pohon kopi yang baru dengan tinggi kurang lebih sekitar 30-40 cm.
“ Jadi tidak benar, kami membongkar tanaman yang sudah berbuah, apalagi untuk tanaman kentang, kami tidak melakukan pencabutan atau pembongkaran,” ungkapnya
Kronologinya. Sambung ia, bahwa pada tahun 2019, mereka sudah melakukan kegiatan bercocok tanam di kawasan cagar alam Gunung Papandayan. Di mana secara aturan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE), mereka telah melakukan pelanggaran dan dapat dipidanakan.
Akan tetapi, kebijakan yang di ambil BKSDA waktu itu adalah pembinaan, baik secara lisan ataupun secara tulisan berbentuk surat peringatan.
“Kami sering melakukan pembinaan dan sosialisasi terkait BKSDA, baik di Balai Desa maupun ke rumah warga. Bahkan Mereka para penggarap, telah dua kali membuat surat pernyataan di atas materai yang menyatakan mereka akan menghentikan kegiatan bercocok tanam di wilayah tersebut, yaitu pada tahun 2020 dan yang terakhir pada November 2023 dengan jeda waktu sampai panen terakhir taggal 30 Januari 2023,” Ungkap Toni
Kendati demikian, menurut Toni mereka (Penggarap-red) tidak pernah mengindahkan surat pernyataan yang mereka buat, malah dua orang warga justru memperluas lahan garapannya, di tambah 5 orang warga baru melakukan kegiatan yang sama, sehingga total lahan yang di garap oleh mereka, berkisar 4 sampai 5 Ha.
Atas dasar surat penyataan itulah, pihak BKSDA Wilayah Garut. Bekerjasama dengan Polsek dan juga Danramil melakukan operasi penertiban tanaman di wilayah Cagar Alam Gunung Papandayaan. Adapun jenis tanaman, adalah tanaman cabe dan kopi yang belum berbuah.
Selain itu, Tim juga melaksanakan penertiban tiga buah gubuk milik petani penggarap, sementara dua gubuk lagi, pemilik minta penangguhan selama satu minggu, dimana pemilik berjanji akan melakukan pembongkaran secara mandiri.
Toni berharap, warga dan aparatur setempat di sekitar kawasan konservasi khususnya di cagar alam, bersama-sama ikut menjaga kawasan konservasi yang hanya tinggal sedikit. Hutan adalah penyangga kehidupan yang banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia.
“ Warga Desa Sukalilah pernah merasakan akibat dari rusaknya kawasan hutan, tepatnya pada tahun 2021 di Kp. Cilegon Desa Sukalilah sempat terjadi banjir bandang. Untuk itu, marilah kita jaga hutan kita dan kepada warga yang masih bercocok tanam, agar segera menghentikan kegiatannya,” pungkasnya. (***)
Editor : Indra R